GUA
MARIA DI BATUPUTIH
Terletak
di tengah-tengah kompleks pemakaman, demikian gambaran singkat yang dapat
menunjukkan sekaligus mewakili letak gua Maria ini. Sebuah lokasi yang unik dan
pada akhirnya memberi kesan damai bagi daerah di sekitar kompleks pemakaman
tersebut. Gua Maria Paroki Sang Penebus Batuputih ini merupakan sebuah tempat
ziarah rohani sederhana yang pembangunannya digagas oleh Pastor Cz. Koziel, SCJ
seorang imam biarawan dari Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) yang
berkarya dan menjadi pastor paroki saat itu.
Pada tahun 1979 dalam sebuah kesempatan setelah kembali dari berlibur di
kampung halamannya, Pastor Cz. Coziel, SCJ mengungkapkan kerinduannya untuk
membangun sebuah tempat ziarah sederhana yang terletak di tengah-tengah kompleks
pemakaman bagi umat di paroki yang berdiri pada tahun 1948 ini. Kerinduan akan
hadirnya sebuah tempat ziarah ini beliau ungkapkan kepada salah seorang tokoh
umat, yaitu Bapak F. X. Samsudin yang ketika itu menjabat sebagai ketua dewan
pastoral Paroki Sang Penebus Batuputih.
Dalam
bincang-bincang yang kemudian dilanjutkan dalam pertemuan-pertemuan pada
kesempatan lain pun akhirnya membuahkan kesepakatan antara pastor, dewan
pastoral paroki dan umat Batuputih. Kesepakatan inilah yang kemudian mengobarkan
semangat umat untuk membangun dan mewujudkan tempat ziarah sederhana ini.
Bersama umat, anak-anak SMP dan SMA, Pastor Cz. Coziel, SCJ pun bahu-membahu
mencari bahan-bahan yang diperlukan bagi pembangunan gua Maria ini. Mereka
pergi ke hutan di tepian Sungai Lengkayap untuk mencari batu Sungkai, yaitu
kayu sungkai yang telah membatu. Batu Sungkai inilah yang kelak akan menjadi
bahan dasar bagi pembuatan gua tersebut.
Setelah
bahan-bahan dasar tersebut terkumpul pembangunan pun segera dimulai. Karena keterbatasan
dana pada waktu itu, maka atas inisiatif pribadi dari Bapak F. X Samsudin dan
keluarga mereka pun menyumbangkan dana sebesar Rp. 325.000 yang kemudian
digunakan untuk membeli semen dan besi. Selanjutnya, Pastor Cz. Coziel, SCJ
mengundang Bapak F. X. Sumardi dari Paroki St. Petrus dan Paulus Baturaja untuk
membangun Gua Maria sekaligus Patung Bunda Maria yang kini ada di tempat ini.
Ketika itu gua yang dibangun hanya sebatas badan gua dan tempat di
sekelilingnya masih terbuka lebar tanpa pagar yang melindunginya. Kendati masih
sangat sedehana, gua Maria inipun mulai digunakan untuk kegiatan devosi kepada
Bunda Maria, baik secara pribadi maupun kelompok. Menurut catatan, setidaknya
telah tiga kali dilangsungkan pemberkatan perkawinan di gua Maria ini, 2
pasangan dari pusat paroki dan 1 pasangan dari Stasi Peracak, Martapura.
Namun
ironis, lama-kelamaan Gua Maria yang terletak di tengah kompleks pemakaman
inipun lambat laun mulai tak terurus, kotor dan jarang digunakan untuk kegiatan
devosi umat. Melihat kenyataan itu, maka Rm. F. X Hardjoatmodjo, Pr yang mulai
bertugas di paroki ini pada tahun 1985 inipun merasa prihatin dan ingin
memperbaiki serta menata lingkungan di sekitar Gua Maria. Pada tahun 1986-1987
Rm. Harjo bersama umat mulai memperbaiki dan menata lingkungan di sekitar gua.
Hadir beberapa tokoh umat yang turut membantu dan menambahkan sejumlah bangunan
di tempat ini. Mereka antara lain Bapak Dasirun dari Baturaja yang membangun
bak penampungan air, Bapak Ambrosius Tukijan yang membangun sumur di depan Gua
Maria serta Bapak F. X Sudjijanto yang menambah badan gua dengan batu-batu
kali, memasang pagar di depan gua agar patung tidak diganggu olah orang-orang
yang lewat dan memasang pagar kawat di sekeliling gua. Hal ini mereka lakukan
bersama umat di sela-sela kesibukan mereka sehari-hari. Setelah proses penataan
itu usai, maka Gua Maria pun mulai sering mendapat kunjungan, baik dari umat
setempat maupun dari umat yang berasal dari paroki-paroki luar kota, antara
lain dari Bandung, Jakarta, Tanjung Enim, Gumawang dan lain-lain.
Saat penataan
lingkungan di sekitar gua juga dipasang lampu-lampu penerang. Dengan harapan
pada malam hari pun tetap ada umat yang datang menyempatkan diri untuk berdoa
di gua. Namun sayang, lampu-lampu penerangan yang dipasang itu ternyata tidak
bertahan lama. Satu persatu lampu tersebut hilang dicuri orang, hingga akhirnya
habis sama sekali. Sekitar tahun
1999-2000 Rm. L. Sudarmanto kembali memasang sejumlah lampu di sekitar gua dan
sebuah pompa air. Namun, sayang lampu dan pompa air yang baru dipasang itu
tidak lama kemudian mengalami hal yang sama, hilang dicuri orang. Sejak saat
itu hingga sekarang ini Gua Maria tidak memiliki lampu penerangan pada malam
hari.
Menurut penuturan sejumlah orang, ada beberapa kisah manis
yang telah terwujud dari berziarah dan berdoa di tempat ini. Kisah manis itu
antara lain kesembuhan seorang umat Baturaja dari penyakit tumor dan kesembuhan
seorang umat Banuayu dari penyakit ayan. Tentu hal ini merupakan anugerah yang
Tuhan berikan bagi kita yang mau berpasrah diri dan percaya akan kebaikan
Tuhan. Namun kendati demikian kini, Gua Maria yang sederhana ini relatif lebih
sering digunakan oleh anak-anak sekolah dan Legio Maria untuk berdoa bersama.
Selain itu, secara umum hanya digunakan pada perayaan-perayaan istimewa saja,
misalnya pada perayaan Ekaristi pembukaan dan penutupan bulan Maria serta bulan
Rosario. Memang hal ini merupakan sebuah keprihatinan bersama yang kiranya
perlu mendapat perhatian dari seluruh umat, khususnya umat Batuputih. Semoga
kegiatan Novena Tahun Syukur ini mampu mendorong umat, khususnya umat di
Batuputih untuk semakin bersemangat membangun kecintaan Devosi kepada Bunda
Maria, Bunda Pertolongan yang Baik.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar