Pages

Rabu, 19 November 2014

Gua Maria Batuputih - Paroki Sang Penebus Batuputih



GUA MARIA DI BATUPUTIH


            Terletak di tengah-tengah kompleks pemakaman, demikian gambaran singkat yang dapat menunjukkan sekaligus mewakili letak gua Maria ini. Sebuah lokasi yang unik dan pada akhirnya memberi kesan damai bagi daerah di sekitar kompleks pemakaman tersebut. Gua Maria Paroki Sang Penebus Batuputih ini merupakan sebuah tempat ziarah rohani sederhana yang pembangunannya digagas oleh Pastor Cz. Koziel, SCJ seorang imam biarawan dari Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) yang berkarya dan menjadi pastor paroki saat itu.  Pada tahun 1979 dalam sebuah kesempatan setelah kembali dari berlibur di kampung halamannya, Pastor Cz. Coziel, SCJ mengungkapkan kerinduannya untuk membangun sebuah tempat ziarah sederhana yang terletak di tengah-tengah kompleks pemakaman bagi umat di paroki yang berdiri pada tahun 1948 ini. Kerinduan akan hadirnya sebuah tempat ziarah ini beliau ungkapkan kepada salah seorang tokoh umat, yaitu Bapak F. X. Samsudin yang ketika itu menjabat sebagai ketua dewan pastoral Paroki Sang Penebus Batuputih.
            Dalam bincang-bincang yang kemudian dilanjutkan dalam pertemuan-pertemuan pada kesempatan lain pun akhirnya membuahkan kesepakatan antara pastor, dewan pastoral paroki dan umat Batuputih. Kesepakatan inilah yang kemudian mengobarkan semangat umat untuk membangun dan mewujudkan tempat ziarah sederhana ini. Bersama umat, anak-anak SMP dan SMA, Pastor Cz. Coziel, SCJ pun bahu-membahu mencari bahan-bahan yang diperlukan bagi pembangunan gua Maria ini. Mereka pergi ke hutan di tepian Sungai Lengkayap untuk mencari batu Sungkai, yaitu kayu sungkai yang telah membatu. Batu Sungkai inilah yang kelak akan menjadi bahan dasar bagi pembuatan gua tersebut.
            Setelah bahan-bahan dasar tersebut terkumpul pembangunan pun segera dimulai. Karena keterbatasan dana pada waktu itu, maka atas inisiatif pribadi dari Bapak F. X Samsudin dan keluarga mereka pun menyumbangkan dana sebesar Rp. 325.000 yang kemudian digunakan untuk membeli semen dan besi. Selanjutnya, Pastor Cz. Coziel, SCJ mengundang Bapak F. X. Sumardi dari Paroki St. Petrus dan Paulus Baturaja untuk membangun Gua Maria sekaligus Patung Bunda Maria yang kini ada di tempat ini. Ketika itu gua yang dibangun hanya sebatas badan gua dan tempat di sekelilingnya masih terbuka lebar tanpa pagar yang melindunginya. Kendati masih sangat sedehana, gua Maria inipun mulai digunakan untuk kegiatan devosi kepada Bunda Maria, baik secara pribadi maupun kelompok. Menurut catatan, setidaknya telah tiga kali dilangsungkan pemberkatan perkawinan di gua Maria ini, 2 pasangan dari pusat paroki dan 1 pasangan dari Stasi Peracak, Martapura.
            Namun ironis, lama-kelamaan Gua Maria yang terletak di tengah kompleks pemakaman inipun lambat laun mulai tak terurus, kotor dan jarang digunakan untuk kegiatan devosi umat. Melihat kenyataan itu, maka Rm. F. X Hardjoatmodjo, Pr yang mulai bertugas di paroki ini pada tahun 1985 inipun merasa prihatin dan ingin memperbaiki serta menata lingkungan di sekitar Gua Maria. Pada tahun 1986-1987 Rm. Harjo bersama umat mulai memperbaiki dan menata lingkungan di sekitar gua. Hadir beberapa tokoh umat yang turut membantu dan menambahkan sejumlah bangunan di tempat ini. Mereka antara lain Bapak Dasirun dari Baturaja yang membangun bak penampungan air, Bapak Ambrosius Tukijan yang membangun sumur di depan Gua Maria serta Bapak F. X Sudjijanto yang menambah badan gua dengan batu-batu kali, memasang pagar di depan gua agar patung tidak diganggu olah orang-orang yang lewat dan memasang pagar kawat di sekeliling gua. Hal ini mereka lakukan bersama umat di sela-sela kesibukan mereka sehari-hari. Setelah proses penataan itu usai, maka Gua Maria pun mulai sering mendapat kunjungan, baik dari umat setempat maupun dari umat yang berasal dari paroki-paroki luar kota, antara lain dari Bandung, Jakarta, Tanjung Enim, Gumawang dan lain-lain.
Saat penataan lingkungan di sekitar gua juga dipasang lampu-lampu penerang. Dengan harapan pada malam hari pun tetap ada umat yang datang menyempatkan diri untuk berdoa di gua. Namun sayang, lampu-lampu penerangan yang dipasang itu ternyata tidak bertahan lama. Satu persatu lampu tersebut hilang dicuri orang, hingga akhirnya habis sama sekali.  Sekitar tahun 1999-2000 Rm. L. Sudarmanto kembali memasang sejumlah lampu di sekitar gua dan sebuah pompa air. Namun, sayang lampu dan pompa air yang baru dipasang itu tidak lama kemudian mengalami hal yang sama, hilang dicuri orang. Sejak saat itu hingga sekarang ini Gua Maria tidak memiliki lampu penerangan pada malam hari.

 
            Menurut penuturan sejumlah orang, ada beberapa kisah manis yang telah terwujud dari berziarah dan berdoa di tempat ini. Kisah manis itu antara lain kesembuhan seorang umat Baturaja dari penyakit tumor dan kesembuhan seorang umat Banuayu dari penyakit ayan. Tentu hal ini merupakan anugerah yang Tuhan berikan bagi kita yang mau berpasrah diri dan percaya akan kebaikan Tuhan. Namun kendati demikian kini, Gua Maria yang sederhana ini relatif lebih sering digunakan oleh anak-anak sekolah dan Legio Maria untuk berdoa bersama. Selain itu, secara umum hanya digunakan pada perayaan-perayaan istimewa saja, misalnya pada perayaan Ekaristi pembukaan dan penutupan bulan Maria serta bulan Rosario. Memang hal ini merupakan sebuah keprihatinan bersama yang kiranya perlu mendapat perhatian dari seluruh umat, khususnya umat Batuputih. Semoga kegiatan Novena Tahun Syukur ini mampu mendorong umat, khususnya umat di Batuputih untuk semakin bersemangat membangun kecintaan Devosi kepada Bunda Maria, Bunda Pertolongan yang Baik.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar