Pages

Selasa, 18 November 2014

SEJARAH SINGKAT GEREJA KATOLIK PAROKI SANG PENEBUS BATUPUTIH WILAYAH MUARADUA OKU SELATAN



SELAYANG PANDANG
Perkembangan Iman Katolik Paroki Sang Penebus Batuputih 
Wilayah Muara Dua Ogan Komering Ulu Selatan

Wilayah Muaradua terdiri dari Muaradua kota, Gemiyung dan Muaradua Kisam. Muaradua kota berada di kota Muaradua, sedangkan Gemiyung dan Muaradua Kisam berada di luar kota Muaradua.

Gemiyung
Pada tahun 1977 ada umat empat keluarga umat Katolik dari Sukaraja paroki Bangunsari merantau ke Gemiyung Desa Jagaraga kecamatan Simpang Martapura, untuk mencari lahan tanah demi perbaikan ekonomi keluarga. Adapun keluarga yang merantau:
1.     Keluarga Bapak Petrus Sukiran
2.     Keluarga Bapak Gabriel Tukiran
3.     Keluarga Bapak Mangun
4.     Keluarga Bapak Beimin
Selama dalam perantauan, fokus perjuangan mereka adalah perbaikan taraf kehidupan ekonomi, maka kehidupan beriman akan Yesus Kristus kurang begitu mereka perhatikan. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal, yang pertama adalah focus pada perbaikan ekonomi, kedua karena tidak pernah ada pembinaan iman katolik dari para pelayan imann, dan lokasi mereka terpencil dan jauh dari Gereja. Sebagai dampak dari situasi yang demikian adalah banyaknya anak-anak dari empat keluarga ini yang menikah di luar katolik, terutama agama Islam. Situasi yang demikian bertahan hampir selama delapan tahun.
Melihat situasi tersebut di atas, lebih kurang tahun 1985 anak bapak Petrus Sukiran yang bernama D. Darwiyatno minta kepada kategis Sukaraja setasi asal mereka, untuk melayani umat katolik Gemiyung tetapi tidak ada tanggapan sama sekali. Akhirnya umat katolik Gemiyung benar-benar tenggelam dalam kegelapan.
Pada tahun 1990, pak Bardiyo umat katolik dari Tran Way Tuba pindah ke Damarpura untuk mencari lahan tanah pertanian. Setelah lebih kurang setengah bulan di Damarpura, mendengar berita bahwa di Gemiyung ada umat katolik. Maka pak Bardiyo berusaha pergi ke Gemiyung untuk membuktikan, ternyata ada benar. Ketemu pak Petrus Sukiran dan anaknya D. Darwiyatno. Dalam pertemuan itu pak Baardiyo bertanya apa kiranya pak Sukiran dan kawan-kawan mau bangkit lagi dalam iman katolik.? Jawab mereka mau, asal ada yang membinanya atau melayani.

Untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar mau bangkit lagi, pada tanggal 25 Desember 1990 diajak merayakan Natal yang dipimpin pak Bardiyo, kelihatan bersemangat dan bergaerah. Dengan melihat semangat umat katolik Gemiyung, pada tanggal 27-12-90 pak bardiyo usaha mencari Pastor Batuputih, namun tidak ketemu. Hanya ketemu dengan pak FX. Soedjijanto di Gereja. Setelah banyak ceritera berita, akhirnya pak FX. Soedjijanto memutuskan pada tanggal 7 Januari 1991 pagi pak FX. Soedjijanto mau berkunjung ke Gemiyung. Sebab pada tanggal 6 Januari 1991 malam pak FX. Soedjijanto pergi ke setasi Muara Dua dan paginya langsung ke Gemiyung bersama keluarga pak Bardiyo untuk kunjungan yang poertama, mengadakan perkenalan dan ibadat sabda, dibacakan Injil Luk 15:11-32 tentang anak hilang selanjutnya disepakati setiap sebulan sekali pak FX. Soedjijanto datang melayani pelajaran agama dan ibadat sabda selama satu tahun.
Setelah dibina selam satu tahun, pada masa Paskah tahun 1992 pastor Harjao dengan Frater Kristianto dan Frater Edy Prastyo berserta beberapa mudika dari Batuputih datang ke Gemiyung. Seterusnya Gemiyung dilayani pastor Martinus Mardiyono sebulan sekali. Akhirnya pertengahan tahun 1992 umat katolik Gemiyung diadakan pertobatan dan pembabtisan serta penggukuhan perkawinan. Pada waktu pertobatan, diujani air mata, karena terharu sudah tiga belas tahun meninggalkan Gereja, dan tenggelam dalam kegelapan. Dengan terang Kristus yang selalu memancarkan cahaya Roh Kudus Iman umat katolik semakin berkembang. Dari empat keluarga sekarang menjadi delapan belas keluarga.
           
Muaradua Kisam
Pada bulan Juni 1984 ada pemindahan penduduk dari Lampung, antara lain dari pelabuhan Maringgih, ke daerah kecamatan Muara Dua Kisam, tepatnya Tran Sumberagung kelurahan Ulak Agung Ilir. Dalam rombongan tersebut ada satu keluarga katolik, pak Tukiyat namanya. Kemudian pada bulan Agustus 1984 datang lagi serombongan orang Bali dai desa Patok, daerah Palas Kalianda ke gunung Gara kecamatan Muara Dua Kisam, tepatnya di Tran Bali Gunung Gara. Dalam rombongan tersebut ada orang katolik satu keluarga Sagimin, dan satu bujangan Sutejo.
Pada tanggal 11 Februari 1985, keluarga Sagimin dan Sutejo mengadakan kegiatan doa Rosario yang pertama. Setelah beberapa bulan, pak Tukiyat dari Tran Sumberagung mengetahui dan ikut kegiatan tersebut. Kegiatan berikutnya diikuti oleh Protestan, satu keluarga Hardiwardoyo, dan stu duda Solihin. Setelah berjalan beberapa Minggu lagi pak Bejo satu keluarga dari Islam ikut kegiatan tersebut.
Setelah kegiatan berjalan tujuh bulan, mereka bermusyawarah untuk mencari seorang pastor di Baturaja yaitu Tegal Arum. Maka pada bulan Agustus 1985, pak Tukiyat berangkat ke Tegal Arum untuk melapor kepada pastor, bahwa di Muara Dua Kisam ada orang katolik beberapa keluarga, minta dilayani. Namun pak Tukiyat tidak bertemu dengan pastor, melainkan hanya pesan kepada Muder Bernadet, supaya melaporkan kepada pastor, tetapi tiak ada tanggapan sama sekali dari pastor. Kegiatan berkumpul dan berdoa setiap Minggu makin rutin. Pada bulan Maret 1986, pak Tukiyat berangkat lagi ke Tegal Arum untuk kedua kalinya, menemui Muder Bernadet. Akirnya oleh Muder Bernadet, pak Tukiyat diantar bertemu pastor Harjo di Baturaja. Setelah bermusyawarah, Pastor Hardjo menangapi dengan positif, dan disanggupi pada tanggal 14 Maret 1986 pastor mau datang minta di jemput. Pada waktu itulah Muder Bernadet mengatakan kepada pastor Harjo, bahwa Uskup Mekelhod pernah mengatakan dengan Muder, besok lambat laun Muara Dua dan Muara Dua Kisam ada Gereja.
Pada tanggal 14 maret 1986 pastor Harjo dan pak Soedjijanto dengan dikawal oleh tentara anggota Kodem Thomas Slamet. Sebab pastor Harjo agak ragu, karena orang-orang itu dari Lampung, sebab di Lampung ada G.P.K. Mujahidin di Way Jepara. Akhirnya setelah Gereja berdiri diberi nama Santo Thomas, dengan alasan pastor Harjo ragu, dan yang mengawal Thomas Slamet.
Pada tanggal 17 Maret 1986 di setasi Muara Dua pastor Harjo menugaskan kepada pak Soedjijanto untuk melayani pelajaran agama katolik dan ibadat sabda kepada umat Muara Dua dan Muara Dua Kisam sebulan sekali. Pada saat itu dari pasar Kisam sampai di Sumberagung di tempuh dengan jalan kaki, lebih kurang empat kilo meter. Jalannya jahat, naik turun dan licin sekali, serta banyak pacet (lintah darat). Pelayanan untuk pak Soedjijanto malam Senin di kring Gunung Gara dan malam Selasa di kring Sumberagung. Selasa pagi pastor datang melayani Perayaan Ekaristi. Sorenya pak FX. Soedjijanto pulang bersama pastor. Pada tanggal 9 Agustus   1988 didirikan tempat ibadat sederhana, inisiatif umat sendiri, dengan dinding papan, atap bambu (glumpai) lantai tanah. Tempat ibadat tersebut diberkati oleh pastor Harjo pada tanggal 25 Oktober 1988. Perkembangan umat saat ini telah menjadi 18 keluarga dan ada dua keluarga katakumen muda.***

5 komentar:

  1. Bagus punya ide untuk menulis sejarah berdirinya Gereja.
    Dilanjutkan saja lebih bagus lagi kalau bisa satu paroki. Tuhan Memberkati.

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Alamat paroki nya, Desa Batuputih, Kec. Baturaja Barat, Kab. Ogan Komering Ulu, Prov. Sumatera Selatan.
      Posting diatas sejarah stasi dr Paroki Sang Penebus Batuputih.

      Hapus
    2. Maaf saya minta alamat Gereja Stasi yang ada di gemiyung saya asli dari suka raja dan sekarang tinggal di muaradua dan sekarang lagi mencari Gereja yang ada di muaradua

      Hapus
  3. Maaf saya minta alamat Gereja Stasi yang ada di gemiyung saya asli dari Sukaraja sekarang tinggal di muaradua dan lagi mencari Gereja yang ada di muaradua

    BalasHapus